See Instagram @QallilaID For Update
Minggu, 19 Agustus 2018
KEUTAMAAN PUASA AROFAH - Qallila Moslem ID
KEUTAMAAN PUASA AROFAH
Oleh Buya Yahya (Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon)
Sebentar lagi kita akan memasuki hari agung dan mulia yaitu Hari Arofah. Hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari yang penuh dengan amalan-amalan ibadah di dalamnya. Bagi orang yang haji mereka melakukan wukuf di Padang Arofah dan bagi yang diluar atau bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah haji disunnahkan untuk melakukan puasa di Hari Arofah. Secara umum di sepuluh awal Dzulhijjah disunnahkan kita untuk meningkatkan amalan-amalan yang sunnah yang biasa dilakukan di hari-hari yang lain. Lebih khusus lagi di Hari Arofah yaitu hari ke-9 Dzulhijjah.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Abu Daud Rasulullah saw bersabda :
عن ابن عباس -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام) -يعني أيام العشر- قالوا: يا رسول الله، ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: (ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء)> رواه أبو داود (2438) والترمذي (757)
Diriwayatkan oleh Abu Daud , dari Ibnu 'Abbas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “ Tidak ada hari untuk beramal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi dari pada hari-hari ini (Sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah). Mereka bertanya : Ya Rasulullah, Apakah jihad fi sabilillah tidak bisa menyamainya? Beliau menjawab : Jihad fi sabilillah tidak bisa menyamainya, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun". Berpuasa adalah sebaik-baik amalan yang bisa dilakukan seorang hamba. Maka hendaknya kita rajin berpuasa di hari-hari seperti itu kemudian puncaknya adalah di hari arofah yang Nabi saw menyebutkan dalam hadits yang diriwayatkan imam muslim :
صيام يوم عرفه أحتسب على الله أنه يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده ) رواه مسلم( “ Aku berharap kepada Allah semoga dengan Puasa Arofah Allah akan mengampuni dosa yang lalu dan dosa yang akan datang. “
Ini menunjukkan begitu pentingnya dan agungnya hari arofah. Disamping pahalanya besar akan tetapi juga menjadi sebab dosa kita diampuni oleh Allah SWT.
Sumber dan Selengkapnya Klik: www.buyayahya.org
Kamis, 16 Agustus 2018
Dirgahayu RI 73 - Qallila Moslem ID - Grosir Mukena Katun Jogja
Dirgahayu Republik Indonesia Ke-73.
Kami bangga, #AnakBangsaBisa terus berkarya & berprestasi!
Kami bangga, #AnakBangsaBisa terus berkarya & berprestasi!
Kontak kami Order/info
WA-SMS
Admin 1 083840 666699 (Axis)
Admin 2 083869 444499 (Axis)
Telp: 0274 2841 808
Website: www.grosirmukenajogja.com
Twitter: Qallilaid
Line : Qallila.id
FB : Qallila Moslem ID
IG : @qallilaid - @grosirmukenakatun_jgj
______________
FREE ONGKIR via Shopee: www.shopee.co.id/qallilamoslemid
Tokopedia: www.tokopedia.com/QallilaMoslemID
Selasa, 14 Agustus 2018
Hukum Potong Kuku dan Rambut Ketika Kurban
Boleh atau
tidaknya potong kuku dan rambut bagi orang yang ingin berkurban memang
masih menjadi perdebatan. Perdebatan ini tidak hanya terjadi belakangan,
seperti yang terlihat di medsos, tetapi juga sudah didiskusikan oleh
ulama terdahulu.
Permasalahan ini berawal dari perbedaan ulama dalam memahami hadits riwayat Ummu Salamah yang terdokumentasi dalam banyak kitab hadits. Ia pernah mendengar Rasulullah SAW berkata:
Artinya, “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
Pemahaman ulama terhadap hadits ini dapat dipilah menjadi dua kategori. Pendapat pertama memahami hadits ini mengatakan bahwa Nabi SAW melarang orang yang berkurban memotong kuku dan rambutnya. Sementara pendapat kedua mengatakan, yang dilarang itu bukan memotong kuku dan rambut orang yang berkurban (al-mudhahhi), tetapi hewan kurban (al-mudhahha). Uraiannya sebagai berikut.
Argumentasi Pendapat Pertama
Pendapat pertama mengatakan hadis di atas bermaksud larangan Nabi untuk tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang ingin berkurban. Larangan tersebut dimulai dari sejak awal sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Artinya, ia diperbolehkan memotong kuku dan rambutnya setelah selesai kurban.
Kendati kelompok pertama sepakat akan pemaknaan hadits ini ditujukan untuk orang berkurban, namun mereka berbeda pendapat terkait maksud dan implikasi larangan Nabi tersebut: apakah berimplikasi pada kerahaman? Makruh? Atau hanya mubah saja? Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyimpulkan.
Artinya, “Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah berpendapat memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong, dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.
Itulah pendapat ulama terkait kebolehan potong kuku dan rambut pada saat berkurban. Ada ulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan. Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, hikmah dari kesunahan ini ialah agar seluruh tubuh di akhirat kelak diselamatkan dari api neraka. Sebab sebagaimana diketahui, ibadah kurban dapat menyelamatkan orang dari siksa api neraka.
Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa larangan potong rambut dan kuku ini disamakan orang yang ihram. Artinya, selama sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah tidak dibolehkan potong rambut dan kuku sebagaimana halnya orang ihram. Pendapat ini dikritik oleh sebagian ulama karena analoginya tidak tepat. Imam An-Nawawi mengatakan sebagai berikut.
Artinya, “Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram. Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram.
Argumentasi Pendapat Kedua
Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dilarang itu bukan memangkas rambut orang yang berkurban ataupun memotong kukunya, tetapi memotong bulu dan kuku hewan kurban. Alasannya, karena bulu, kuku, dan kulit hewan kurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhirat kelak.
Pandangan ini sebetulnya tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Maka dari itu, Mula Al-Qari menyebut ini pendapat gharib (aneh/unik/asing). Ia mengatakan dalam Mirqatul Mafatih.
Artinya, “Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan.”
Pendapat yang dikatakan asing oleh Mula Al-Qari ini, belakangan dikuatkan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan, hadits ini perlu dikomparasikan dengan hadits lain. Pemahaman matan hadits tidak akan sempurna jika hanya memahami satu hadits. Sebab itu, almarhum sering menegaskan Al-hadits yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (hadits saling menafsirkan antara satu dengan lainnya).
Dalam disiplin pemahaman hadits (fiqhul hadits atau turuqu fahmil hadits) dikenal istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits). Teori ini digunakan untuk menelusuri ‘illat atau maksud satu hadits. Terkadang dalam satu hadits tidak disebutkan ‘illat dan tujuan hukumnya sehingga perlu dikomparasikan dengan hadits lain yang lebih lengkap, selama ia masih satu pembahasan. Terlebih lagi, ada satu hadits yang maknanya umum, sementara pada hadits lain, dalam kasus yang sama, maknanya lebih spesifik dan jelas.
Menurut Kiai Ali, memahami hadis Ummu Salamah di atas perlu dikomparasikan dengan riwayat ‘Aisyah yang berbunyi sebagai berikut.
Artinya, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban (HR Ibnu Majah).
Begitu pula dengan hadits riwayat al-Tirmidzi:
Artinya, “Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan pertimbangan dua hadits ini, Kiai Ali menyimpulkan bahwa yang dilarang Nabi itu bukan memotong rambut dan kuku orang yang berkurban, tapi hewan kurban. Karena, rambut dan kuku hewan itulah yang nanti menjadi saksi di akhirat kelak. Almarhum Kiai Ali mengatakan.
Artinya, “’Illat larangan memotong rambut dan kuku ialah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong bulu dan kuku hewan kurban, bukan rambut orang yang berkurban.”
Kedua pendapat di atas merupakan upaya masing-masing ulama memahami dalil. Yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa konteks hadits di atas tertuju bagi orang yang berkurban saja, bukan untuk semua orang. Bagi orang yang tidak berkurban, tidak ada soal jika ia akan memangkas rambut atau memotong kukunya.
Menurut pandangan kami pribadi, kedua pendapat di atas dapat diamalkan sekaligus: selama menunggu proses kurban, lebih baik tidak memangkas rambut ataupun memotong kuku, bila itu memang tidak diperlukan. Namun andaikan, kukunya sudah panjang dan kotor, dan rambutnya sudah panjang dan berkutu, silakan dipotong dan kurbannya tetap dilanjutkan. Sebab memotong rambut tersebut tidak berimplikasi pada sah atau tidaknya kurban.
Kemudian untuk mengakomodasi pendapat kedua, jangan sampai kita mematahkan tanduk, kuku, ataupun memangkas bulu hewan kurban, karena kelak ia akan menjadi saksi di hadapan Allah SWT. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)
Permasalahan ini berawal dari perbedaan ulama dalam memahami hadits riwayat Ummu Salamah yang terdokumentasi dalam banyak kitab hadits. Ia pernah mendengar Rasulullah SAW berkata:
إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي
Artinya, “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
Pemahaman ulama terhadap hadits ini dapat dipilah menjadi dua kategori. Pendapat pertama memahami hadits ini mengatakan bahwa Nabi SAW melarang orang yang berkurban memotong kuku dan rambutnya. Sementara pendapat kedua mengatakan, yang dilarang itu bukan memotong kuku dan rambut orang yang berkurban (al-mudhahhi), tetapi hewan kurban (al-mudhahha). Uraiannya sebagai berikut.
Argumentasi Pendapat Pertama
Pendapat pertama mengatakan hadis di atas bermaksud larangan Nabi untuk tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang ingin berkurban. Larangan tersebut dimulai dari sejak awal sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Artinya, ia diperbolehkan memotong kuku dan rambutnya setelah selesai kurban.
Kendati kelompok pertama sepakat akan pemaknaan hadits ini ditujukan untuk orang berkurban, namun mereka berbeda pendapat terkait maksud dan implikasi larangan Nabi tersebut: apakah berimplikasi pada kerahaman? Makruh? Atau hanya mubah saja? Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyimpulkan.
الحاصل
أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا
يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة:
هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه
Artinya, “Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah berpendapat memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong, dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.
Itulah pendapat ulama terkait kebolehan potong kuku dan rambut pada saat berkurban. Ada ulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan. Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, hikmah dari kesunahan ini ialah agar seluruh tubuh di akhirat kelak diselamatkan dari api neraka. Sebab sebagaimana diketahui, ibadah kurban dapat menyelamatkan orang dari siksa api neraka.
Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa larangan potong rambut dan kuku ini disamakan orang yang ihram. Artinya, selama sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah tidak dibolehkan potong rambut dan kuku sebagaimana halnya orang ihram. Pendapat ini dikritik oleh sebagian ulama karena analoginya tidak tepat. Imam An-Nawawi mengatakan sebagai berikut.
قال
أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار وقيل
للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب
واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم
Artinya, “Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram. Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram.
Argumentasi Pendapat Kedua
Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dilarang itu bukan memangkas rambut orang yang berkurban ataupun memotong kukunya, tetapi memotong bulu dan kuku hewan kurban. Alasannya, karena bulu, kuku, dan kulit hewan kurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhirat kelak.
Pandangan ini sebetulnya tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Maka dari itu, Mula Al-Qari menyebut ini pendapat gharib (aneh/unik/asing). Ia mengatakan dalam Mirqatul Mafatih.
وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف
Artinya, “Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan.”
Pendapat yang dikatakan asing oleh Mula Al-Qari ini, belakangan dikuatkan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan, hadits ini perlu dikomparasikan dengan hadits lain. Pemahaman matan hadits tidak akan sempurna jika hanya memahami satu hadits. Sebab itu, almarhum sering menegaskan Al-hadits yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (hadits saling menafsirkan antara satu dengan lainnya).
Dalam disiplin pemahaman hadits (fiqhul hadits atau turuqu fahmil hadits) dikenal istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits). Teori ini digunakan untuk menelusuri ‘illat atau maksud satu hadits. Terkadang dalam satu hadits tidak disebutkan ‘illat dan tujuan hukumnya sehingga perlu dikomparasikan dengan hadits lain yang lebih lengkap, selama ia masih satu pembahasan. Terlebih lagi, ada satu hadits yang maknanya umum, sementara pada hadits lain, dalam kasus yang sama, maknanya lebih spesifik dan jelas.
Menurut Kiai Ali, memahami hadis Ummu Salamah di atas perlu dikomparasikan dengan riwayat ‘Aisyah yang berbunyi sebagai berikut.
ما
عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم
القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن
يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
Artinya, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban (HR Ibnu Majah).
Begitu pula dengan hadits riwayat al-Tirmidzi:
لصاحبها بكل شعرة حسنة
Artinya, “Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan pertimbangan dua hadits ini, Kiai Ali menyimpulkan bahwa yang dilarang Nabi itu bukan memotong rambut dan kuku orang yang berkurban, tapi hewan kurban. Karena, rambut dan kuku hewan itulah yang nanti menjadi saksi di akhirat kelak. Almarhum Kiai Ali mengatakan.
فالعلة
في تحريم قطع الشعر والأظافر ليكون ذلك شاهدا لصاحبها يوم القيامة وهذا
الإشهاد إنما يناسب إذا كان المحرم من القطع شعر الأضحية وأظافرها، لا شعر
المضحى
Artinya, “’Illat larangan memotong rambut dan kuku ialah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong bulu dan kuku hewan kurban, bukan rambut orang yang berkurban.”
Kedua pendapat di atas merupakan upaya masing-masing ulama memahami dalil. Yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa konteks hadits di atas tertuju bagi orang yang berkurban saja, bukan untuk semua orang. Bagi orang yang tidak berkurban, tidak ada soal jika ia akan memangkas rambut atau memotong kukunya.
Menurut pandangan kami pribadi, kedua pendapat di atas dapat diamalkan sekaligus: selama menunggu proses kurban, lebih baik tidak memangkas rambut ataupun memotong kuku, bila itu memang tidak diperlukan. Namun andaikan, kukunya sudah panjang dan kotor, dan rambutnya sudah panjang dan berkutu, silakan dipotong dan kurbannya tetap dilanjutkan. Sebab memotong rambut tersebut tidak berimplikasi pada sah atau tidaknya kurban.
Kemudian untuk mengakomodasi pendapat kedua, jangan sampai kita mematahkan tanduk, kuku, ataupun memangkas bulu hewan kurban, karena kelak ia akan menjadi saksi di hadapan Allah SWT. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)
Sumber Text : Hukum Potong Kuku dan Rambut Ketika Kurban - NU Online - http://www.nu.or.id/post/read/71090/hukum-potong-kuku-dan-rambut-ketika-kurban
Kamis, 09 Agustus 2018
Mukena Renda Katun Rayon Tweil - Qallila Moslem ID - WA 083840666699
MUKENA RAYON TWEIL RENDA - UKURAN SUPER JUMBO - CAISAR - MUKENA RENDA SUPERJUMBO
SUPER JUMBO ATASAN LEBIH PANJANG MENJULUR KE BAWAH, BAWAHAN LEBIH LEBAR
Dengan Materi Premium Yaitu Katun Rayon tweil, Halus, Bertekstur, Dingin Juga Nyerap Keringat Sehingga Sangat Nyaman Dipakai. Dengan Warna Nude/Pastel super Syantik, Dipadukan Dengan Renda Jepang Terlihat Mewah dan Elegant. Ukunan Mukena Super Jumbo, Jadi Temen-temen Yang Memiliki Badan Tinggi Tak Usah Khawatir Lagi Saat Ruku' dan Sujud, Tidak Akan Menyingkap dan takut Terlihat Lekuk Tubuhnya.
Harga: 165.000 - Seri Beda Harga (blm termasuk ongkir)
Seri/kodi beda harga
Mat: Rayon Tweil Premium
Kombinasi: Renda Jepang
Ukuran: Dewasa+Rempel Super jumbo
Model: Atas-Bawah (terpisah) dengan kombinasi Renda
Detail ukuran rempel Super Jumbo
Panjang Atasan Depan: 117Cm
panjang Atasan belakang: 150Cm
Panjang Bawahan: 115Cm
Lebar Bawahan: 80Cm
Include: Atasan-Bawahan dan Tas/Bag
SOO.. YUK CEK STOCKNYA BY CHATT DEARR...
BARANG QALLILA MOSLEM ID FAST MOVING DAN ADA TOKO ONLINE JUGA OFFLINE!!
Kontak kami Order/info :
WA-SMS 0838 40 6666 99
(Axis)
Telp : 0274 2841 808
Website :
www.grosirmukenajogja.com
Line Id : Qallila.ID
Email:
Qallilamoslemid@gmail.com
FB : Qallila Moslem ID
Twitter: www.twitter.com/qallilaid
Instagram: www.instagram.com/qallilaid
Tokopedia: www.tokopedia.com/qallilamoslemid
Shiping: From Jogja
with POS, Wahana, JNT, JNE, Kargo to Port Atau To Door
Selasa, 07 Agustus 2018
Doa Kami Untuk Lombok #Gempalombok Agustus 2018
Gempa bumi 7 SR yang mengguncang wilayah di Nusa Tenggara Barat
pada Minggu (5/8/2018) pukul 18.46 WIB memberikan dampak yang luas.
Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Senin(6/8/2018) pukul 10.45 WIB tercatat jumlah korban orang meninggal dunia akibat gempa terus bertambah. Tercatat hingga saat ini jumlah korban minggal mencapai 91 orang, 209 orang luka-luka, ribuan rumah rusak, dan ribuan warga mengungsi.
Ribuan warga mengungsi ke tempat yang aman serta aparat gabungan terus melakukan evakuasi dan penanganan darurat akibat gempabumi. Daerah yang terparah adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur dan Kota Mataram.
Berdasarkan laporan dari BPBD Provinsi NTB, dari 91 orang meninggal dunia, korban berasal dari Kabupaten Lombok Utara 72 orang, Lombok Barat 9 orang, Lombok Tengah 2 orang, Kota Mataram 4 orang, Lombok Timur 2 orang, dan Bali 2 orang.
Sumber: Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hingga Senin Siang, BNPB Mencatat Jumlah Korban Tewas Gempa Lombok Mencapai 91 Orang, http://www.tribunnews.com/nasional/2018/08/06/hingga-senin-siang-bnpb-mencatat-jumlah-korban-tewas-gempa-lombok-mencapai-91-orang.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Anita K Wardhani
______
Al Insyirah ayat 5-6 :"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Allah selalu memberikan kemudahan bagi hambanya dalam setiap ujian dalam ayat tersebut terdapat taukid atau penegasan dengan sebutan sesungguhnya jadi maknya sangat tegas Allah memberikan kemudahan setelah kesulitan, bahkan sampai dua kali Allah menyebutkannya.
Keluarga Besar Qallila Moslem Id Turut Berbelasungkawa dan Dukacita Mendalam Atas Terjadinya Bencana Gempa Saudara-saudara Kami di Lombok dan Daerah Sekitar Yang Terdampak. Kami Yakin Ujian ini akan Terlewati, Menjadikan Ujian Untuk Meningkatkan Iman-Islam dan Derajat Untuk Lebih Baik Lagi. Aminn.. Al-fatihah.
Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Senin(6/8/2018) pukul 10.45 WIB tercatat jumlah korban orang meninggal dunia akibat gempa terus bertambah. Tercatat hingga saat ini jumlah korban minggal mencapai 91 orang, 209 orang luka-luka, ribuan rumah rusak, dan ribuan warga mengungsi.
Ribuan warga mengungsi ke tempat yang aman serta aparat gabungan terus melakukan evakuasi dan penanganan darurat akibat gempabumi. Daerah yang terparah adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur dan Kota Mataram.
Berdasarkan laporan dari BPBD Provinsi NTB, dari 91 orang meninggal dunia, korban berasal dari Kabupaten Lombok Utara 72 orang, Lombok Barat 9 orang, Lombok Tengah 2 orang, Kota Mataram 4 orang, Lombok Timur 2 orang, dan Bali 2 orang.
Sumber: Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hingga Senin Siang, BNPB Mencatat Jumlah Korban Tewas Gempa Lombok Mencapai 91 Orang, http://www.tribunnews.com/nasional/2018/08/06/hingga-senin-siang-bnpb-mencatat-jumlah-korban-tewas-gempa-lombok-mencapai-91-orang.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Anita K Wardhani
______
Al Insyirah ayat 5-6 :"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Allah selalu memberikan kemudahan bagi hambanya dalam setiap ujian dalam ayat tersebut terdapat taukid atau penegasan dengan sebutan sesungguhnya jadi maknya sangat tegas Allah memberikan kemudahan setelah kesulitan, bahkan sampai dua kali Allah menyebutkannya.
Keluarga Besar Qallila Moslem Id Turut Berbelasungkawa dan Dukacita Mendalam Atas Terjadinya Bencana Gempa Saudara-saudara Kami di Lombok dan Daerah Sekitar Yang Terdampak. Kami Yakin Ujian ini akan Terlewati, Menjadikan Ujian Untuk Meningkatkan Iman-Islam dan Derajat Untuk Lebih Baik Lagi. Aminn.. Al-fatihah.
Kontak kami Order/info :
WA-SMS 0838 40 6666 99
(Axis)
Telp : 0274 2841 808
Website :
www.grosirmukenajogja.com
Line Id : Qallila.ID
Email:
Qallilamoslemid@gmail.com
FB : Qallila Moslem ID
Twitter: www.twitter.com/qallilaid
Instagram: www.instagram.com/qallilaid
Tokopedia: www.tokopedia.com/qallilamoslemid
Shope: www.shopee.co.id/qallilamoslemid
Shiping: From Jogja
with POS, Wahana, JNT, JNE, Kargo to Port Atau To Door
Text: Tribunnews.com di Modifikasi Oleh Admin
Pict: Google di Modifikasi Oleh Admin
Langganan:
Postingan (Atom)