"Dan Dirikanlah Sholat, tunaikanlah Zakat dan Ruku'lah Bersama Orang-orang Yang Ruku' (dalam Keadaan berjamaah)." (Al Baqoroh: 43). Shalat berjamaah di masjid merupakan salah
satu amal yang mulia. Agar ibadah ini semakin sempurna, ada beberapa adab dan
petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak boleh diabaikan.
Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika
hendak melakukan shalat berjamaah di masjid:
1. Memilih
Pakaian yang Bagus
Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus
saat pergi ke masjid. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar
memakai pakaian yang menutup aurat, akan tetapi memerintahkan pula untuk
memperbagus pakaian, lebih-lebih lagi ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’ala
berfirman
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid.”
(Al A’raf: 31).
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa
kita dianjurkan untuk berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan
hari raya. Termasuk dalam hal ini memakai parfum bagi laki-laki.
Namun sekarang banyak kita jumpai kaum
muslimin yang ketika pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal
ia memiliki pakaian yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian
yang penuh gambar atau berisi tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak
mau orang yang ada dibelakangnya akan melihat dan membacanya sehingga
mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan shalat.
2. Berwudhu
dari Rumah
Sebelum pergi ke masjid, hendaknya
berwudhu sejak dari rumah, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya
kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk
menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua
langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan
mengangkat derajatnya.” (HR.
Muslim 1553)
3. Membaca
Doa Menuju Masjid
Saat keluar dari rumah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin
Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ
“Jika seorang laki-laki keluar dari
rumahnya lalu mengucapkan: “Bismillahi tawakkaltu ‘alallaahi, laa
haula wa laa quuwata illa billah”
(Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan
kecuali dengan izin Allah). ‘ Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan
dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan
mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang
lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana
(engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk,
kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu Daud no. 595, At-Tirmizi no. 3487)
Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan
membaca :
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
“Allahummaj’al fii qolbi nuura wa
fii bashari nuura wa fii sam’i nuura wa ‘an yamiinihi nuura wa ‘an yasaarii
nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj’al lii
nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam
penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari
kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya” (H.R Muslim
763)
4. Berdoa
Ketika Masuk Masjid
Setelah sampai di masjid, hendaknya masuk
masjid dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid. Bacaan
doa masuk masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu
‘anhu:
إِذَا
دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian
memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rahmatik’ (Ya
Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah:
‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara
karunia-Mu).” (HR. Muslim 713)
5. Tidak
Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat
Harap diperhatikan ketika kita berjalan di
dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat.
Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang
diperbuatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya orang yang lewat di depan
orang yang shalat mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia
memilih untuk berhenti selama 40 ( tahun), itu lebih baik baginya daripada
lewat di depan orang yangsedang shalat.” (HR. Bukhari 510 dan Muslim
1132)
Yang terlarang adalah lewat di depan orang
yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum
maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas ketika beliau
menginjak usia baligh. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaa’ah yang
diimami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menunggangi
keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya baru kemudian beliau
bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan
tersebut (Lihat dalam riwayat Bukhari 76 dan Muslim 504). Namun demikian,
sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum.
6. Melaksanakan
Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk
Di antara adab ketika memasuki masjid
adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan
para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ
“Jika salah seorang dari kalian masuk
masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (H.R. Bukhari 537 dan Muslim 714)
Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun
wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak
ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung
naik ke mimbar. Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil
haram. Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat
sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja
yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat
sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika
dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid
diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadits ada shalat
yang namanya ‘tahiyatul masjid’, akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk
shalat dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah
adzan lalu shalat qabliah atau sunnah wudhu, maka itulah tahiyatul
masjid baginya. Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu
masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang
terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama.
7. Menghadap
Sutrah Ketika Shalat
Yang dimaksud denagan sutrah adalah
pembatas dalam shalat, bisa berupa tembok, tiang, orang yang sedang
duduk/sholat, tongkat, tas, dll. Sutrah disyariatkan bagi imam dan bagi orang
yang shalat sendirian. Dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat menghadap
sutrah terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
إِذَا
صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian
shalat, hendaknya ia shalat dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya”
(HR. Abu Daud 698. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
sebagaimana dalam Shahihul Jaami’ 651)
Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum
memasang sutrah adalah wajib karena adanya perintah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.. Dalam shalat berjamaah yang menghadap sutrah adalah
imam, dan sutrah bagi imam juga merupakan sutrah bagi makmum yang
dibelakangnya.
Hendaklah orang yang shalat
menolak/mencegah apa pun yang lewat di depannya, baik orang dewasa maupun
anak-anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنّمّا هُوَ شَيْطَانٌ
“Apabila salah seorang dari kalian shalat
menghadap sesuatu yang menutupinya dari manusia (menghadap sutrah), lalu ada
seseorang ingin melintas di hadapannya, hendaklah ia menghalanginya pada
lehernya. Kalau orang itu enggan untuk minggir (tetap memaksa lewat) perangilah
(tahanlah dengan kuat) karena ia hanyalah setan.” (HR. Bukhari 509 dan Muslim 1129)
8. Menjawab
Panggilan Adzan
Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk
menjawab adzan. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila kalian mendengar adzan maka
ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan
Muslim 846)
Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani
yaitu kalimat{ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ, حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ} disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalah
yaitu kalimat { لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ }
sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu
Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah kalian yang mendengar menjawab, “Allahu
Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha
Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin
mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka
dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan,
“Hayya ‘Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa
billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka maka
dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata,
“Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.”
Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha
illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan
hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)
Ketika selesai mendengarkan adzan,
dianjurkan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits berikut :
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan
membaca doa : Allahumma Robba hadzihid da’wattit taammah was shalatil
qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil
ladzi wa ‘adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan
shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah
dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia
akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)
9. Tidak
Keluar dari Masjid Tanpa Udzur
Jika kita berada di dalam masjid dan adzan
sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai
dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada udzur. Hal ini sebagaiamana
dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiyallahu’anhu,
beliau berkata :
كُنَّا
قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ
رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى
خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى
أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kami pernah duduk bersama Abu
Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada
seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal
tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk
bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam”
(H.R Muslim 655)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa berdasarkan
hadits di atas dibenci keluar dari masjid setelah ditunaikannya adzan sampai
sholat wajib selesai ditunaikan, kecuali jika ada udzur.
Tidak boleh keluar dari masjid setelah
dikumandangkan adzan kecuali ada udzur seperti mau ke kamar kecil,
berwudhu, , mandi, atau keperluan mendesak lainnya.
10. Memanfaatkan
Waktu Antara Adzan dan Iqomah Dengan Berdoa
Hendakanya kita memanfaatkan waktu antara
adzan dan iqomah dengan amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah,
membaca al quran, berdizikir, atau berdoa. Waktu ini merupakan waktu yang
dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam:
الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak
tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)
Boleh juga diisi dengan membaca quran atau
mengulang-ulang hafalan al quran asalkan tidak dengan suara keras agar tidak
mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam bersabda:
لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
“Ketahuilah, kalian semua sedang
bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain.
Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau
berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh
Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).
Tidak selayaknya seseorang justru mengisi
waktu-waktu ini dengan obrolan-obrolan yang tidak bermanfaat.
11. Jika
Iqamah Telah Dikumandangkan
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ
Dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat wajib telah
dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R
Muslim 710)
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang
sedang shalat sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak
perlu melanjutkan shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama
imam.
12. Raihlah
Shaf yang Utama
Di antara kesempurnaan shalat berjamaah
adalah sebisa mungkin menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling
depan, adapun bagi wanita yang paling belakang. Imam Muslim meriwayatkan dari
Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الِرجَالِ أَوِّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang
pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita
adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama.” (H.R.Muslim
440)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
juga pernah bersabda:
لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لاَسْتَهَمُوْا
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan
(pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi
untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 721 dan Muslim 437)
13. Merapikan
Barisan Shalat
Perkara yang harus diperhatikan dengan
serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf
(barisan dalam shalat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan
shaf yang tidak rapat dan lurus
Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat
Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
“Hendaknya kalian bersungguh-
sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan
memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR. Bukhari 717 dan Muslim
436)
14. Jangan
Mendahului Gerakan Imam
Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan
wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu :
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti,
maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia
mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal
hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka
shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734)
Rasulullah memberikan ancaman keras bagi
seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut:
َ أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَار
“Tidakkah orang yang mengangkat
kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala
keledai? “(H.R Bukhari 691)
15. Berdoa
Ketika Keluar Masjid
Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk
masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika”
(Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia
mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta
kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)
Ketika kelauar masjid dmulai dengan kaki
kiri terlebih dahulu.
16. Jika
Wanita Hendak Pergi ke Masjid
Tempat shalat yang paling baik bagi
seorang wanita adalah di dalam rumhanya. Allah Ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu” (Al Ahzab :33)
Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih
baik daripada di masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Jangan kalian larang istri-istri
kalian untuk pergi ke masjid, tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”.
(HR. Abu Daud dan dihasankan di dalam kitab Irwa Al Ghalil 515)
Namun demikian, tidak terlarang bagi
seorang wanitaa untuk pergi ke masjid. Jika seorang wanita hendak pergi ke
masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan :
- Meminta izin kepada suami atau mahramnya
- Tidak menimbulkan fitnah
- Menutup aurat secara lengkap
- Tidak berhias dan memakai parfum
Abu Musa radhiyallahu‘anhu
meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً ».
“Setiap mata berzina dan seorang wanita
jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia
adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”. (HR.
Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib
2019)
Inilah di antara beberapa adab yang perlu
diperhatikan ketika hendak shalat berjamaah di masjid. Semoga penjelasan ini
dapat menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam.[1]
___________________________
[1] Tulisan ini banyak
mengambil faedah dari Kitab Shahih Fiqih Sunnah karya Syaikh Abu Malik
dal Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz karya Syaikh Dr.
‘Abdul ‘Adzim Badawi serta beberapa tambahan dari sumber lain.
Sumber: Adab Shalat Berjamaah di Masjid - Penulis: Adika Mianoki - https://muslim.or.id/6978-adab-shalat-berjamaah-di-masjid.html
Qallila Moslem ID - Grosir Mukena Katun Jogja
Kontak kami Order/info:
SMS/WA 083840666699 (Axis)
Telp: (0274) 2841 808
Line id: qallila.id
Twitter: Qallilaid | FB: Qallila Moslem ID
IG: @qallilaid - @grosirmukenakatun_jgj
Website: www.grosirmukenajogja.com
Tokopedia: www.Tokopedia.com/qallilamoslemid
Shopee: www.shopee.co.id/qallilamoslemid
Shiping From Jogja with POS, JNT JNE, Wahana, Cargo Etc.
Welcome Reseller~
Google Map: Qallila Moslem ID
Wherehouse: Jl. Retnodumilah Gang Wijayakusuma III (Belakang Toko Soleh) Pilahan, Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta.
Bisa Via Gosent dan GoShop By Gojek!!